Sabtu, 11 Maret 2017

KHAZANAH PITUTUR SESEPUH GILI
Asal usul Desa Bancamara
Kalau sahabat pitutur berkeliling di seluruh daerah Nusantara, dari sabang sampai Merauke, sahabat pitutur akan bertemu dengan tempat-tempat unik dengan nama yang variatif. Ada yang namanya panjang, ada juga yang pendek. Masing-masing diantara nama-nama tersebut memiliki latar belakang tersendiri.
 Sekarang kita akan berbagi ilmu seputar asal usul desa Bancamara serta nama-nama dusun yang ada di desa itu. Kira-kira dari mana ya asal mula desa Bancamara itu!!!
Ude pada penasaran!!!
Bancamara itu merupakan satu dari dua desa di Gili Iyang. Desa tersebut terdiri dari 7 dusun, yaitu dusun Bancamara Timur, Bancamara Barat, Lembana, Baniteng Daya, Baneteng Laok, Peape dan Malengen. Kata Bancamara itu sahabat, terformulasi dari dua suku kata, Ban (dalam bahasa Madura ben) secara harfiyah berarti tempat atau daerah. Dan Camara yang berarti pohon Cemara. Sehingga kata tersebut dapat diartikan sebagai tempatnya pohon Cemara. Kata Bancamara sendiri merupakan sebutan yang telah familier ditengah-tengah masyarakat di desa tersebut sejak zaman dahulu sampai sekarang. Sebutan tersebut diberikan, karena di pesisir pantai desa dahulu kala terdapat banyak pohon Cemara.
Penamaan tempat dengan nama-nama pohon yang tumbuh ditempat tersebut merupakan hal yang biasa dalam tradisi masyarakat Gili Iyang kuno. mereka biasanya memberi nama-nama khusus tempat-tempat tertentu didasarkan pada tiga hal:
Pertama : peristiwa bersejarah
Kedua : nama-nama pepohonan
Ketiga : letak geografis
Yang termasuk dalam katagori pertama (baca: peristiwa bersejarah) misalnya dusun Baneteng yang berasal dari dua kata, Bene dan Teng. Bene (bahasa Madura) berarti umpan, atau sesuatu yang digunakan untuk memikat/menangkap binatang. Teng (Madura : singkatan dari tetteng) berarti pincang/timpang. Nama tersebut diambil dari pristiwa bersejarah pada masa Lonon. Lonon adalah gerombongan manusia sadis yang pekerjaannya mengincar manusia lain untuk dijual atau dimakan. Pekerjaan Lonon yang kejam itu benar-benar membuat takut semua orang. Siapapun yang melihatnya, niscaya ia akan lari terpingkal-pingkal (karena takut menjadi korban). Syahdan, ketika masyarakat ditempat tersebut (baca:beneteng sekarang) sedang berkerja membabat hutan belantara dipesisir pantai. Tiba-tiba lanon datang. Kedatangan Lonon membuat geger semua orang yang ada ditempat itu. Merekapun berembuk mengatur strategi yang jitu untuk mengecoh si Lonon. Dari kebiasaan Lanon mereka dapat mengetahui, bahwa bangsa berkulit hitam legam tersebut (baca: Lanon) tidak menyukai orang-orang cacat, karena mereka menganggapnya tidak potensial dibarter maupun dijual untuk dijadikan budak. Dari musyawarah tersebut melahirkan satu keputusan untuk menjadikan si pincang (Madura : se Tetteng) sebagai bene (baca:umpan) untuk si Lanon. Karena yang Lanon temukan adalah orang cacat (baca: pincang) akhirnya mereka tidak jadi membawa si pincang tersebut, hingga akhirnya Lanonpun pulang dengan perasaan putus asa. Selamatlah semua orang yang ada ditempat itu dari kejaran Lonon. Dari peristiwa itu, tempat tersebut disebut Beneteng, yang artinya umpan si Pincang.
Menurut cerita angin (meminjam bahasa Kuntowijoyo) penamaan dusun Malengen –yang berasal dari kata Pettengen-juga berangkat dari pristiwa bersejarah di tempat tersebut. Diceritakan bahwa ketika Kyai Abdul Hamid Sora Laksana ingin memerangi Lanon yang telah berada di tenggara Gili Iyang. Kyai Hamid merasa kepettengen (ada rasa pening dan nyeri di kepalanya). Hingga iapun memutuskan untuk beristirahat. Masyarakat yang melihat kejadian tersebut berkata: Kyai Lora Pettengen-yang dikemudian hari berubah menjadi Malengen.
Sedangkan menurut sumber yang lain, kata Malengen dimasukkan pada katogeri yang kedua (baca: nama pepohonan) yang ada pesisir pantai dusun. Dengan demikian penamaan dusun Malengen sama dengan dusun Peape yang juga didasarkan pada nama  pohon unik yang tumbuh ditempat tersebut (baca: pohon peape).
       Sementara penamaan dusun lembena didasarkan pada letak geografis dusun tersebut, yaitu berada di dataran rendah. Karena dusun Lembena dilihat dari posisinya terletak setelah dusun Baneteng yang berada didataran tinggi (baca: perbukitan). Ini dapat dipahami percakapan harian masyarakat Gili Iyang dimana mereka menyabut dusun Bateneng sebagai Ghunung ( baca: bukit). Misalnya, ketika salah satu diantara mereka ditanya, ‘’ demma’a (mau kemana)?. Ia akan menjawab ‘’engkok entara ka Ghunung (artinya, saya mau pergi ke dusun Baneteng yang berada di daerah perbukitan).
Begitulah asal muasal desa Bancamara serta nama-nama dusun ditempat tersebut sahabat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

KHAZANAH PITUTUR SESPUH GILIY SEJARAH PERJUANGAN MASYARAKAT GILI IYANG PADA MASA PENJAJAHAN HINDIA BELANDA. Apa kabar Sahabat Pitutur Bai...